twitter


Saudaraku..... mungkin karena kesibukan,diantara kita sering menyingkat ucapan “salam” yang arti awalnya doa keselamatan justru menjadi “cacian” dan kata “jorok”.Lho bagaimana bisa?
Ucapan “Assalamu’alaikum”, , merupakan anjuran agama, dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan umat beragama, dengan salam dapat menjalin persaudaraan dan kasih sayang, karena orang yang mengucapkan salam berarti mereka saling mendo’akan agar mereka mendapat keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kalian tak akan masuk surga sampai kalian beriman dan saling mencintai. Maukah aku tunjukkan satu amalan bila dilakukan akan membuat kalian saling mencintai? Yaitu, sebarkanlah salam di antara kalian.” [HR Muslim dari Abi Hurairah]
Saya seringkali menerima sms atau e-mail dari beberapa kawan dan juga beberapa ustadz yang mengawali salamnya dengan singkatan. Singkatannya pun macam-macam. Ada yang singkat seperti “Asw” atau “Aslm”. Ada yang sedikit lebih panjang seperti ; “Ass Wr Wb” atau “Aslmwrwb” . Namun yang sering saya dapatkan, adalah singkatan “Ass”. Singkatan terakhir ini paling umum dan paling sering digunakan. Bagi saya, ini adalah singkatan yang tidak enak untuk dibaca, terlebih kalau mengerti artinya.
Marilah kita simak singkatan ini. Dalam kamus linguistik yang saya punya, arti dari kata Ass yang berasal dari bahasa Inggris itu adalah sebagai berikut;
“Ass” berarti: Pertama, kb. (animal) yang artinya keledai. Kedua, orang yang bodoh. Don’t be a silly (Janganlah sebodoh itu). Dan ketiga, Vlug (pantat).
Padahal seperti kita ketahui ucapan Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh adalah sebuah ucapan salam sekaligus doa yang kita tujukan kepada orang lain. Ucapan salam dalam Islam sesungguhnya merupakan do’a seorang Muslim terhadap saudara Muslim yang lain. Maka, apabila kita mengucap salam dengan hanya menuliskan “Ass”, secara tidak sadar mungkin kita malah mendoakan hal yang buruk terhadap saudara kita.
Kita paham, mungkin banyak orang diantara kita cukup sibuk dan ingin cepat buru-buru menulis pesan. Barangkali, singkatan itu bisa mempercepat pekerjaan. Karena itu, penulis menyarankan, jika memang keadaan sedang tidak memungkinkan untuk menulis salam lewat SMS dengan kalimat lengkap karena sedang menyetir di jalan, misalnya, solusinya cukup mudah adalah menulis pesan to the point saja. Tulislah “met pagi, met siang, met malam dan seterusnya. Ini masih lebih baik dibandingkan kita harus memaksakan diri menggunakan singkatan dari doa keselamatan Assalamu’alaikum menjadi “Ass” (pantat).
Jangan sampai awalnya kita ingin menyampaikan doa keselamatan yang terjadi justeru sebaliknya, mendoakan keburukan. Kalau boleh saya mengistilahkah, niat baik ingin berdoa, jadinya malah ucapan kotor.
Ucapan salam adalah ucapan penghormatan dan doa.Apabila kita dihormati dengan suatu penghormatan maka seharusnya kita membalas dengan sebuah penghormatan pula yang lebih baik, atau minimal, balaslah dengan yang serupa.Sesungguhnya Allah akan memperhitungkan setiap yang kamu kerjakan.
Hanya saja, kalau kita mengganti ucapan kalimat salam arti awalnya sangat mulia, maka,yang terjadi adalah sebaliknya, salah dan bisa-bisa menjadi umpatan kotor.
Karena itu, jika tidak berhati-hati, mengganti ucapan Assalamu’alaikum (Semoga sejahtera atasmu) dengan menyingkatnya menjadi “Ass” (pantat), ini mirip dengan mengganti doa yang baik dengan bahasa jalanan orang Jakarta, yang artinya kira-kira, berubah arti menjadi (maaf) “Pantat Lu!”
Singkatan ala Rasulullah
Meski nampak sederhana, ucapan salam sudah diatur oleh agama kita (Islam). Ucapan Assalamu alaikum ?????? ????? dalam Bahasa Arab, digunakan oleh kaum Muslim. Salam ini adalah Sunnah Nabi Muhammad SAW, intinya untuk merekatkan ukhuwah Islamiyah umat Muslim di seluruh dunia. Mengucapkan salam, hukumnya adalah sunnah. Sedangkan bagi yang mendengarnya, wajib untuk menjawabnya. Itulah agama kita.
Sebelum Islam datang, orang Arab terbiasa menggunakan ungkapan-ungkapan salam yang lain, seperti Hayakallah. Artinya semoga Allah menjagamu tetap hidup. Namun ketika Islam datang, ucapan itu diganti menjadi Assalamu ‘alaikum. Artinya, semoga kamu terselamatkan dari segala duka, kesulitan dan nestapa.
Ibnu Al-Arabi didalam kitabnya Al-Ahkamul Qur’an mengatakan, bahwa salam adalah salah satu ciri-ciri Allah SWT dan berarti “Semoga Allah menjadi Pelindungmu”.
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa Rasul bersabda, “Kamu tidak akan masuk surga hingga kamu beriman, dan kamu tidak beriman hingga kamu saling mencintai (karena Allah). Apakah kamu maujika aku tunjukkanpada satu perkara jika kamu kerjakan perkara itu maka kamu akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kamu!” (HR. Muslim)
Abu Umammah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang lebih dekat kepada Allah SWT adalah yang lebih dahulu memberi Salam.” (Musnad Ahmad, Abu Dawud, dan At Tirmidzi)
Abdullah bin Mas’ud RA meriwayatkan Bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Salam adalah salah satu Asma Allah SWT yang telah Allah turunkan ke bumi, maka tebarkanlah salam. Ketika seseorang memberi salam kepada yang lain, derajatnya ditinggikan dihadapan Allah. Jika jama’ah suatu majlis tidak menjawab ucapan salamnya maka makhluk yang lebih baik dari merekalah (yakni para malaikat) yang menjawab ucapan salam.” (Musnad Al Bazar, Al Mu’jam Al Kabir oleh At Tabrani)
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang kikir yang sebenar-benarnya kikir ialah orang yang kikir dalam menyebarkan Salam.” Allah SWT berfirman didalam Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 86. Demikianlah Allah SWT memerintahkan agar seseorang membalas dengan ucapan yang setara atau yang lebih baik.
Bedanya agama kita dengan agama lain, setiap Muslim ketika mengucapkan salam kepada saudaranya, dia akan diganjar dengan kebaikan (pahala).
Dalam kaidah singkat menyingkat pun sudah diatur oleh Allah dan diajarkan kepada Rasulullah. Dalam suatu pertemuan bersama Rasulullah SAW, seorang sahabat datang dan melewati beliau sambil mengucapkan, “Assalamu ‘alaikum”. Rasulullah SAW lalu bersabda, “Orang ini mendapat 10 pahala kebaikan,” ujar beliau.
Tak lama kemudian datang lagi sahabat lain. Ia pun mengucapkan, “Assalamu’alaikum Warahmatullah.” Kata Rasulullah SAW, “Orang ini mendapat 20 pahala kebaikan.” Kemudian lewat lagi seorang sahabat lain sambil mengucapkan, “Assalamu ‘alaikum warahmatullah wa baraokatuh.” Rasulullah pun bersabda, “Ia mendapat 30 pahala kebaikan.” [HR. Ibnu Hibban dari Abi Hurairah].
Nah dari tiga singkatan itu silahkanAnda pilih yang mana yang Anda inginkan tanpa harus menyingkatnya sendiri yang justru bisa menghilangkan nilai pahalanya. Tentu saja, jangan Anda lupakan, tiga singkatan itu sudah rumus dari Nabi yang dipilihkan untuk kita.
Satu hal lagi yang perlu diingat adalah ketika kita menuliskan kata Assalamu’alaikum, perlu diperhatikan agar jangan sampai huruf L nya tertinggal sehingga menjadi Assaamu’alaikum.
Karena apa ? Diriwayatkan bahwa dahulu ada seorang Yahudi yang memberi salam kepada Nabi dengan ucapan “Assaamu ‘alaika ya Muhammad” (Semoga kematian dilimpahkan kepadamu).
Dan kata assaamu ini artinya kematian. Kata ini adalah plesetan dari “Assalaamu ‘alaikum”. Maka nabi berkata, “Kalau orang kafir mengatakan padamu assaamu ‘alaikum, maka jawablah dengan wa ‘alaikum (Dan semoga atas kalian pula).” [HR. Bukhari]
Tulisan ini, mungkin nampak sederhana. Meski sederhana, dampaknya cukup besar. Boleh jadi, kita belum pernah membayangkannya selama ini. Nah, setelah ini, sebaiknya alangkah lebih baik jika memulai kembali menyempurnakan salam kepada saudara kita. Tapi andaikata memang kondisi tak memungkinkan, sebaiknya, pilihlah singkatan yang sudah dipilihkan Nabi kita Muhammad SAW tadi. Mungkin Anda agak capek sedikit tidak apa-apa, sementara sedikit capek, 30 pahala kebaikan telah kita kantongi.


• ItTiba’ MenuRut baHasa

Ittiba’ adalah mashdar dari ittaba’a asy-syai (mengikuti sesuatu), apabila ia berjalan pada jejaknya dan mengikutinya. Kata ini berkisar pada seputar makna: lihaq, tathallub, iqtifa (mengikuti), iqtida, taasi (mencontoh)

Dikatakan Ittiba’al Qur’an, yakni mengikuti al-Qur’an dan mengamalkan apa yang terdapat di dalamnya. Dan ittiba’ar-Rasul, yakni mencontoh Rasul, mengikuti jejaknya dan meneladaninya (lisan al-Arab, 1/416-417; al-Mu’jam al-Wasith, 1/81)



• Ittiba’ menurut Syariat

Menurut syariat, ItTiba’ adalah mencontoh dan meneladani Nabi shalallah alaihi wasalam dalam keyakinan, ucapan, perbuatan dan tindakan meninggalkan, dengan beramal seperti amalannya menurut cara yang beliau lakukan, baik wajib, anjuran, mubah, makruh (dibenci) maupun larangan, dengan disertai niat dan kehendak didalamnya.

Mengikuti Nabi shalallah alaihi wasallam adalah salah satu prinsip agama Islam dan salah satu ketentuan syariah yang harus diterima dengan bulat (MUTLAK) serta perkara yang mesti (WAJIB) diketahui.

Nash-nash syariah yang shahih telah banyak menerangkan dan menegaskan hal itu, antara lain, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, artinya, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr: 7).

Allah Azza Wa Jalla berfirman, artinya, “Barangsiapa menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barangsiapa berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara mereka.” (An-Nisa’: 80)

Suatu amalan tidak akan diterima (DITOLAK) oleh Allah Azza Wa Jalla melainkan dengan ittiba’ dan sesuai dengan apa yang dibawa oleh Muhammad shalallah alaihi wasallam, bukan sesuai dengan (hawa nafsu) yang dibawa (dikatakan) kiayi Su’, ustad Su’ atau guru fajir.

Rasulullah shalallah alaihi wasallam bersabda, “Jika aku melarang kamu terhadap sesuatu perkara, maka jauhilah dan jika aku memerintahkan kamu kepada sesuatu perkara, maka kerjakanlah menurut kemampuanmu.” (HR. al-Bukhari)

Amalan-amalan yang dikerjakan dengan tanpa ittiba’ dan meneladaninya hanya akan menambah pelakunya semakin jauh dari Allah Rabbul Izzati karena tersesat baik disadari ataupun tidak, yang menyebabkan pelakunya kelak dilemparkan ke dalam Jahanam. Hal demikian itu mengingat karena Allah Azza Wa Jalla hanya disembah dengan perintahNya (ILMU) yang dengannya Dia mengutus RasulNya, bukan berdasarkan pendapat ataupun hawa nafsu semata.

Rasulullah shalallah alaihi wasallam bersabda, ”Barangsiapa melaksanakan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim; no. 1718)

Al-Hasan al-Bashri berkata, ”pernyataan tidak sah kecuali dengan perbuatan, pernyataan dan perbuatan tidak sah kecuali dengan niat, pernyataan dan perbuatan serta niat tidak sah kecuali dengan sunnah.”

Ibnu Rajab berkata, ”Sebagaimana halnya bahwa setiap amal yang tidak diniatkan karena wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala maka pelakunya tidak mendapatkan pahala, maka demikian pula setiap amalan yang bukan perintah Allah dan RasulNya adalah tertolak atas pelakunya, dan setiap orang yang mengada-ada dalam urusan agama yang tidak diperkenankan Allah dan RasulNya maka itu bukan termasuk agama sedikit pun.” (Jami’ al-Ulum wa al-Hikam, 1/176).

Rasulullah shalallah alaihi wasalam bersabda, ”Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan dan setiap bid’ah merupakan kesesatan.” (HR. Muslim; no. 867)

Dan beliau shalallah alaihi wasalam bersabda, ”Setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah merupakan kesesatan.” (HR. Muslim; no. 43)

Dan dalam riwayat lain, beliau shalallah alaihi wasallam bersabda ”Dan setiap kesesatan berada dalam Neraka.” (An-Nasa’i; no. 1577)

Hendaklah setiap Muslim jika melakukan suatu amalan ibadah memperhatikan bentuk ibadah yang dilakukannya. Adakah contohnya dari Nabi ?? atau adakah contohnya dari para sahabatnya ?? ... jika diketahui ada, maka lakukanlah tetapi jika belum tahu maka jangan lakukan sampai mengetahuinya.

Seseorang wajib berilmu sebelum dia berbicara dan beramal shalih. Karena Allah Azza Wa Jalla tidaklah disembah melainkan dengan Ilmu. Dalam beramal sebaiknya seseorang mencari tahu (ilmu) dengan menggunakan berbagai macam cara dan sarana. Baik dengan menghadiri majelis-majelis ta’lim ataupun –jika tidak sempat- dengan cara membeli buku-buku (kitab) yang dikarang oleh ahlul ilmi atau pewaris para Nabi (ulama) bukan yang dikarang oleh sembarang orang.

Rasulullah shalallah alaihi wasallam bersabda, ”Setiap umatku akan masuk Surga kecuali orang yang enggan.” Mereka bertanya, ”Wahai Rasulullah, siapakah yang enggan?” beliau menjawab, ”Siapa yang manaatiku ia masuk Surga, dan siapa yang menentangku maka ia telah enggan.” (HR. al-Bukhari)

Mengenai Firman Allah Azza Wa Jalla, artinya, ”Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula yang hitam muram.” (Ali Imran: 106).

Ibnu Abbas radhiallah anhu berkata, ”adapun orang-orang yang wajah mereka putih berseri adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan orang-orang yang berILMU, sedangkan orang-orang yang wajah-wajah mereka hitam muram adalah AHLI BID’AH dan kesesatan.” (Syarh Ushul I’tiqad Ahli as-Sunnah, al-Laika’i, 1/71 No. 74)

Az-Zuhri rahimahullah berkata, ”Berpegang teguh dengan sunnah adalah keselamatan.” (Syarh Ushul I’tiqad Ahli as-Sunnah, al-Laika’i, 1/56 No. 15). Wallahu a’lam.

Semoga ManFaat ...